Kata Pakar: Anak Indonesia Kurang Makan Protein, Ini Dampaknya

Protein merupakan jenis nutrisi makro yang sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Fungsi utama protein adalah membangun sel dan jaringan, berperan dalam sistem imun, memperbaiki sel rusak dan juga bertanggung jawab dalam pembentukan enzim dan hormon yang digunakan untuk menjalankan fungsi tubuh. Jika jumlah protein dalam tubuh tidak cukup, maka fungsi tubuh tidak berjalan dengan optimal.

Sayangnya Bu, konsumsi protein masyarakat Indonesia masih rendah, terutama pada usia anak sekolah. Nutrisionis Seala Septaini, M.Gz mengungkap bahwa Anak Indonesia sangat jarang mengonsumsi makanan sumber protein hewani dan nabati, terutama anak usia sekolah. Anak usia sekolah (6-12 tahun) masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga memerlukan asupan gizi yang cukup (Tevin, 2016). Kebutuhan protein anak usia 4-12 tahun dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Protein Anak Usia 4-12 tahun

Usia (tahun)Energi (kkal)Protein (g)
4-61.60035
7-91.85049
10-12 (laki-laki)2.10056
10-12 (perempuan)2.00060

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI No.75 Tahun 2013

Dampak kekurangan protein

Masalah yang lebih serius pun bisa terjadi jika kebutuhan protein tidak terpenuhi dalam jangka waktu yang cukup lama, maka penyakit seperti marasmus, kwashiorkor, dan hypoproteinemia bisa mengintai anak. Marasmus menyebabkan anak kehilangan lemak dan otot tubuhnya sehingga mereka tidak mungkin tumbuh seperti anak normal lainnya. Sedangkan kwashiorkor terjadi karena sel tidak tidak mendapatkan protein sehingga fungsi normal sel terganggu bahkan mati dampaknya anak terkena stunting, kerusakan pada kuku, rambut dan kulit, hingga terjadi pembengkakan pada tubuh. Hipoproteinemia biasanya diderita pada anak yang memiliki penyakit kronis seperti ginjal, penyakit hati, atau radang usus, sehingga ia tidak bisa mengonsumsi pangan berprotein.

Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan, persentase anak usia 5-12 tahun yang kurus, pendek (stunting), gemuk dan anemia masih tinggi. Hasil penelitian Rachmawati (2018) yang dilakukan di MI Muhammadiyah Kartasura disimpulkan bahwa, asupan protein yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya stunting. Situs kesehatan Universitas Harvard juga menyebutkan, banyak anak-anak di dunia yang tidak mendapat cukup protein disebabkan karena terjadinya kerawanan pangan. Dampaknya adalah malnutrisi, kegagalan pertumbuhan, penurunan kekebalan, kehilangan masa otot, melemahnya jantung, sistem pernafasan hingga kematian.

Anak usia sekolah sangat memerlukan energi, protein, vitamin dan mineral dalam jumlah cukup supaya mereka dapat belajar dengan baik. Protein sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan proses belajar. Hubungan protein dan fungsi otak telah banyak diteliti (Tevin, 2016). Otak berfungsi optimal apabila kadar asam amino dan kolin yang diperoleh dari pangan sumber protein tercukupi. Jumlah asam amino dan kolin yang cukup dapat merangsang otak untuk menghasilkan neurotransmiter seperti serotonin, asetilkolin, dopamin dan ephinephrin yang penting untuk proses berpikir (Tevin, 2018).

Sumber:

Foto oleh Engin Akyurt: https://www.pexels.com/id-id/foto/hamburger-dengan-patty-2267538/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *