Hati-hati Obesitas Pada Anak

 

Kecenderungan anak kurang gerak dan berlama-lama di depan televisi atau gadget masih banyak terjadi. Akibatnya, kalori terkumpul, berat badan pun meningkat dan anak divonis menderita obesitas. Risikonya tidak main-main lho, Bu, anak bisa terkena penyakit tidak menular seperti diabetes, jantung, hingga stroke.

Meskipun jarang kita temui, namun ternyata, prevalensi obesitas pada anak di beberapa wilayah di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 cukup tinggi. Mengutip data Riskesdas (2013), secara nasional masalah gemuk pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8 persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 persen. Prevalensi gemuk terendah di Nusa Tenggara Timur (8,7%) dan tertinggi di DKI Jakarta (30,1%).

Kelainan penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan dinamakan kegemukan atau obesitas. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas pada anak, di antaranya adalah kualitas makanan yang dikonsumsi, perubahan pola makan (cenderung menyukai makanan cepat saji yang mengandung tinggi kalori, tinggi lemak, dan tinggi garam), waktu yang diperlukan untuk menghabiskan makanan, kurang aktivitas fisik, faktor genetik, hormonal, lingkungan, hingga jenis dan cara memberikan makanan padat pada bayi untuk pertama kalinya (Yussac et al, 2007). Dalam Majalah Kedokteran yang diterbitkan pada 2007 itu, Yussac et al, juga menyebutkan, obesitas dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering terjadi pada tahun pertama kehidupan, usia 5-6 tahun, dan pada masa remaja.

Jika saat tahun pertama kehidupan bayi tidak dibiasakan mengonsumsi air susu ibu (ASI), tetapi menggunakan susu formula, asupannya bisa saja melebihi porsi yang seharusnya dibutuhkan oleh bayi. Akibatnya anak akan mengalami kelebihan berat badan pada usia 4-5 tahun (Sartika, 2011). Jika pada usia ini pola makan yang dianut anak juga tidak baik, seperti suka jajan makanan tinggi kalori, kurang asupan buah dan sayur, serta kurang kegiatan fisik, maka ia akan rentan mengalami gizi lebih (kegemukan).

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa obesitas telah menjadi masalah global. Tidak hanya menyerang negara maju, namun juga telah merambah ke negara berkembang, seperti Indonesia. Obesitas sangat berdampak pada tumbuh kembang anak, terutama dalam aspek organik dan psikososial. Obesitas pada anak berisiko tinggi menjadi obesitas pada masa dewasa dan berpotensi mengalami berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung, dan diabetes melitus tipe 2. Selain itu, anak akan merasa stres, rendah diri, dan lemah.

Cara mengetahui BB anak ideal?

Untuk mengetahui berat badan minimal anak, Dr. Rita Ramayulis, seorang Ahli Gizi menyarankan agar Ibumengecek indeks massa tubuh anak. Indeks massa tubuh (IMT) dapat diketahui dengan cara menghitung berat badan anak dibagi tinggi badan yang dikali 2.

Setelah menghitung IMT, Ibu bisa mengetahui status gizi anak, apakah normal atau tidak berdasarkan tabel di bawah ini. Jika nilai IMT masih dalam rentang nilai seperti di kolom, artinya anak mempunyai status gizi normal. Jika IMT anak melebihi nilai di bawah ini, artinya anak kelebihan berat badan dan jika kurang artinya anak mempunyai tubuh kurus.

Tabel 1. Indeks Massa Tubuh anak Usia 6-12Tahun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *