Pentingnya gizi, kembali dibahas oleh Guru Besar Pangan dan Gizi dari Institut Pertanian Bogor -Prof. Ali Khomsan, beberapa waktu lalu. Menurutnya, konsumsi pangan yang kurang baik akan menimbulkan masalah gizi, seperti kurang energi protein, zat besi, iodium, dan vitamin A. Pada kelompok rentan, defisiensi tersebut telah menyebabkan tingginya tingkat kematian ibu, kematian bayi, dan stunting (pendek). “Data dari WHO (2002, red) menunjukkan bahwa tingginya kematian bayi sebagian besar diakibatkan gizi kurang, yakni mencapai 54%. Kemudian setelah itu diikuti oleh kasus diare, ISPA, perinatal, dan lainnya” tutur Prof. Ali. Gambaran status gizi BALITA juga tercermin dalam Riskesdas 2007 dan 2010. “Masih banyak BALITA yang stunting (pendek),” tambahnya.
Stunting merupakan suatu pertanda adanya masalah gizi pada anak-anak. Penelitian lebih lanjut menunjukkan, bahwa skor membaca anak-anak pendek (severe stunting) lebih buruk. Begitupun pendapatan pertahun perkapitanya. Anak-anak yang mengalami stunting ketika usia 3 tahun, memiliki tingkat pendapatan yang lebih kecil.
Kurangnya gizi masyarakat Indonesia, terutama anak-anak, terlihat dari tingkat konsumsi beberapa bahan pangan yang masih rendah. “Konsumsi pangan hewani masih kurang,” ujar Prof. Ali. Dia menyontohkan, untuk daging saja konsumsinya di Indonesia masih dibawah Filipina, Thailand, dan Malaysia. Hal yang sama juga terjadi pada telur. “Padahal telur merupakan salah satu sumber vitamin A yang baik.”
Dari data yang ada, terdapat 72.5% Ibu, 81.7% bayi, dan 81.4% BALITA yang mengalami kekurangan vitamin A. Sedangkan untuk anemia gizi besi, setidaknya terdapat 40% prevalensi pada ibu hamil. Untuk yodium, baru 70% rumah tangga yang mengonsumsi garam cukup yodium.
Mengingat hal tersebut, sudah sepantasnya kita memberikan perhatian serius pada gizi anak kita. Kecukupan gizi akan memberikan peluang masa depan yang cerah. Hendry
Foto oleh Vanessa Loring: https://www.pexels.com/id-id/foto/anak-berkemeja-kuning-lengan-panjang-duduk-di-kursi-tinggi-putih-5083239/