Persepsi Anak terhadap Rasa Pahit Sayuran

Konsumsi sayur dan buah sangat penting untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Namun, tidak hanya di Indonesia, saat ini konsumsi dua jenis komoditi tersebut masih rendah.

Anak-anak sering menolak, bahkan lebih tepatnya cenderung tidak menyukai sayur dan buah. Padahal konsumsi keduanya dapat menjaga keseimbangan gizi, mendukung terciptanya kesehatan yang optimum, dan mencegah risiko serangan penyakit. Bahkan tidak hanya itu, gizi seimbang juga turut menentukan prestasi, pertumbuhan, dan kualitas kesehatan masa depan. Food habits (kebiasaan makan) merupakan faktor terpenting yang menjadi penyebab rendahnya konsumsi sayur dan buah oleh anak. Orang tua dan lingkungan memegang tanggung jawab besar dalam hal ini.

Faktor kedua adalah dari cita rasa. Seperti yang diketahui, anak (bahkan juga dewasa) lebih menyukai rasa manis dan umami. Hal ini dikarenakan sejak kecil (menyusui), manusia sudah diperkenalkan kepada dua rasa tersebut melalui Air Susu Ibu (ASI). Sedangkan, pada banyak buah dan sayur, sering muncul komponen rasa pahit yang “ mengganggu ” anak. Thioureas dan senyawa kimia terkait lainnya merupakan komponen pembentuk rasa pahit yang banyak ditemukan pada sayuran. Komponen senyawa kimia tesebut -yang paling banyak dipelajari- adalah Phenilthiocarbamide (PTC) dan 6 -n-propylthioracil (PROP). Keberadaan kedua komponen tersebut menimbulkan persepsi rasa pahit di lidah anak.

Walaupun dalam jumlah kecil, keduanya tidak terasa “ tasteless ” .

Bell and Tepper (2006) mengadakan suatu penelitian yang melibatkan panelis anak yang terbagi dalam taster children dan non taster children). Dalam publikasinya yang diterbitkan oleh The American Journal of Clinical Nutrition tersebut, diungkapkan bahwa non taster children mengkonsumsi sayuran lebih banyak dibanding taster children. Bahkan ketika sayuran dikelompokkan ke dalam bitter (cucumber, broccoli, dan olive) dan non bitter vegetable (carrot dan red pepper), non taster children mengonsumsi bitter vegetable lebih banyak dibanding non bitter vegetable. Di antara kedua kelompok panelis tersebut, konsumsi non bitter vegetable tergolong rendah. Pengelompokan antara bitter dan non bitter vegetable berdasarkan rada pahit dari kandungan PROP-nya.

Pada penelitian tersebut, juga digunakan olive oil (minyak zaitun) sebagai dressing. Ketika dressing tidak digunakan terjadi penurunan konsumsi sayuran, namun polanya tetap sama. Non taster children tetap mengkonsumsi lebih banyak bitter vegetable dan sayuran secara keseluruhan dibandingkan taster children (lihat Gambar 1).

Taster children adalah penelis anak yang bisa membedakan rasa pahit sayuran yang ditimbulkan oleh PROP. Sedangkan, non taster children adalah anak yang tidak bisa merasakan pahitnya PROP. Sehingga, ketika ditanya ketika mencecap larutan PROP, non taster children akan menjawab tidak berasa (tasteless) atau tawar seperti air. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah gen.

Lalu apa makna penelitian tersebut bagi kita? Pada Gambar 1, ditunjukkan bahwa konsumsi sayuran yang menggunakan olives lebih tinggi dibanding konsumsi sayuran tanpa olives (pada non taster children). Hal ini menunjukkan bahwa mereka lebih menyukai rasa fattiness dari olive. Artinya untuk mendorong anak-anak menyukai sayur, perlu digunakan dressing atau bumbu lain yang disukai oleh anak. Sehingga timbul pepaduan rasa yang menimbulkan rasa “ enak ” bagi anak.

Indonesia memiliki banyak jenis bumbu untuk mengolah sayuran. Sehingga, jika anak-anak sulit untuk mengonsumsi sayuran, orang tua bisa berkreasi dengan menggunakan sistem “ masking ” . Yakni dengan menutupi rasa yang tidak disukai dengan kombinasi rasa lain yang lebih disukai, sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian tersebut. Restoran yang menyediakan menu khusus untuk anak, dapat menggunakan metode ini untuk mendorong peningkatan konsumsi sayur dan buah pada anak.

Banyaknya anak obesitas dewasa ini adalah bukti ketidak seimbangan pola makan. Konsumsi energi dan kalori yang berlebihan, tidak diikuti oleh aktivitas fisik serta asupan serat yang seimbang. Dengan metode tersebut, diharapkan anak-anak lebih menyukai sayuran. Para chef (termasuk chef keluarga, ibu) memiliki peranan yang sangat penting dalam hal ini. K-9

Foto oleh MART PRODUCTION: https://www.pexels.com/id-id/foto/hijau-sayur-mayur-bergizi-brokoli-7890206/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *