Antara kelahiran dan usia 18 tahun, berat badan (BB) manusia meningkat sekitar 20 kali lipat. Selama masa bayi dan remaja, tingkat pertumbuhan dapat berubah dengan cepat, sedangkan dari umur 12 bulan laju kenaikan BB dan panjang/tinggi badan pada dasarnya linear. Laju pertumbuhan meningkat secara cepat selama tahun pertama kehidupan. Selama masa remaja pertumbuhan mengalami percepatan 1-3 tahun. Kemudian, laju pertumbuhan, menurun dengan cepat hingga pertumbuhan tinggi berhenti di usia 16 tahun pada anak perempuan dan 18 tahun pada anak laki-laki. Anak di bawah dua tahun (baduta) yang sehat itu memiliki ciri makin tambah umur, semakin bertambah BB dan panjang/tinggi badannya (PB/TB). Bila BB-nya tidak naik dua bulan berturut-turut ketika ditimbang, berarti pertumbuhannya terhambat, yang merupakan tanda awal kekurangan gizi. Agar hal tersebut bisa dideteksi sejak awal, anak baduta harus ditimbang setiap bulan dan PB/TB-nya diukur tiap 3 bulan secara teratur di Posyandu atau tempat lain yang dapat menimbang BB dan mengukur PB/ TB.
Mengukur TB dan BB anak secara teratur itu penting. Ukuran status pertumbuhan paling praktis pada masa anak-anak ialah membandingkan dengan grafik pertumbuhan standar yang menunjukkan rentang normal TB menurut umur dan Indeks Massa Tubuh (IMT), berdasarkan jenis kelamin serta PB menurut usia dan lingkar kepala menurut umur untuk bayi usia 0-2 bulan. Karena pertumbuhan adalah proses yang dinamis, beberapa pengukuran lebih disukai saat menilai bayi dan anakanak
Pertambahan Normal Berat Badan Anak
Menurut standar WHO, BB ideal anak laki-laki umur 2 tahun ialah 12,2 kg dan anak perempuan 11,5 kg. Sesudah usia 2 sampai 5 tahun, pertambahan BB rata-rata 2—2,5 kg per tahun. Memasuki umur 3 tahun, umumnya tubuh anak mulai kelihatan lebih langsing. Perut gendut yang menjadi ciri khas anak di bawah tiga tahun (batita) juga mulai menghilang karena perkembangan lemaknya telah jauh berkurang. Tak mengherankan, jika kini si buah hati tidak lagi semontok dan semenggemaskan seperti waktu bayi. Idealnya, setiap bulan sekali, orangtua memantau pertambahan BB untuk mengetahui kondisi kesehatan anaknya. Gunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk memantau BB anak tiap bulan. Dengan menggunakan KMS orangtua bisa mengetahui apakah BB anaknya masuk ke dalam kurva normal, kurang atau lebih. Bila dalam 2 bulan berturut-turut BB anak tidak naik atau cenderung turun, berarti kesehatannya ada yang tidak beres. Demikian pula jika BB anak naik berlebihan.
Penyebab Berat Badan Anak Kurang
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan BB kurang. Bisa asupan gizi yang kurang, aktivitas anak yang berlebih, atau ada penyakit yang melatarinya sehingga konsumsi makanannya tak terserap secara optimal. Tentu anak seumur ini sedang giat-giatnya bereksplorasi sehingga bukan tidak mungkin peningkatan BB-nya tak sesuai dengan pertumbuhan normal karena banyak energinya yang terbuang. Di samping itu, anak usia ini pun tergolong suka pilih-pilih makanan (picky eater) atau hanya mau makan dengan hidangan yang disukainya. Belum lagi masalah tumbuh gigi yang dapat menimbulkan bengkak pada gusi sehingga terasa nyeri dan mengakibatkan anak tidak mau mengunyah makanan. Bila hal di atas dibiarkan, selain berdampak terhadap BB yang kurang, anak pun akan mengalami kekurangan gizi. ‘Kreativitas’ orangtua di sini diperlukan untuk ‘membujuk’ anak agar mau makan makanan bervariasi dan bergizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Menurunnya BB bisa pula disebabkan adanya penyakit infeksi, seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernapasan akut, yang di samping mengganggu sistem metabolisme tubuh, juga dapat membuat anak sulit makan. Selama penyakit-penyakit tersebut belum disembuhkan, anak akan tetap kurus dan BB-nya tak kunjung naik, bahkan akan turun.
Agar Berat Badan Anak Normal
Langkah sederhana namun pasti berikut ini bisa menjadi bahan pertimbangan ibu, supaya BB anak naik atau mengikuti kurva pertumbuhan normal. Biasakan menyediakan dan makan makanan beraneka ragam, yang meliputi makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah, sedini mungkin. » Tambahkan sumber protein hewani (telur, ikan, daging, susu) ke dalam hidangan sehari-hari anak. Sajikan ikan yang tanpa atau sedikit durinya. Umumnya, anak usia 3-5 tahun belum terampil makan ikan yang banyak duri atau berduri halus.
» Ganti sayuran dengan buah, untuk sementara, bila anak tidak suka sayuran. Fungsi sayuran dan buah relatif sama sehingga bisa saling menggantikan. Dapat juga disiasati dengan “menyembunyikan” sayuran dalam berbagai olahan makanan, seperti perkedel daging-wortel, omelet bayam, dadar udangjagung, dan sebagainya. » Hindari minuman dan makanan manis (bergula), termasuk permen. » Jangan berikan makanan selingan secara berlebihan atau menjelang waktu makan utama karena anak akan kenyang sehingga tak berselera lagi untuk mengonsumsi makanan utamanya. » Upayakan membuat makanan yang menarik minat anak untuk mengonsumsinya. » Kebiasaan pilih-pilih makanan perlu diubah secara bertahap. Cobalah agar orangtua mengonsumsi makanan apa pun yang tersedia di meja makan, dengan begitu anak akan meniru. » Jangan paksa anak mengonsumsi makanan yang tak disukainya, tetapi jangan pula orangtua menyerah. Lain waktu, coba lagi memberikan makanan tersebut. (oleh Nurfi Afriansyah, MScPH dari Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes RI/Foto: Fotolia)