Tidak mudah menciptakan anak yang berkualitas. Ternyata semua itu sudah harus dipersiapkan sebelum ibu merencanakan kehamilan. Seorang calon ibu harus memastikan kondisi tubuhnya sebelum merencanakan kehamilan. Diharapkan calon ibu memiliki status gizi sehat berdasarkan berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan ukuran lingkar lengan atas masuk ke dalam kategori normal, serta tidak kekurangan vitamin dan mineral, terutama zat besi, asam folat, vitamin D, kalsium dan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan janin supaya optimal bertumbuh kembang, maka ibu wajib mencukupinya dengan konsumsi pangan seimbang.
Periode yang paling menentukan masa depan anak nantinya adalah saat kehamilan ibu, hingga usia anak 24 bulan inilah yang menentukan kualitas dan masa depan anak nantinya. Periode ini juga dikenal dengan periode 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). Prof. Hardinsyah, ketua umum Pergizi Indonesia menjelaskan, “seribu hari pertama kehidupan adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan pesat mulai dari terbentuknya janin sampai anak berusia 2 tahun. Angka itu datang dari sekitar 280 hari hamil (40 minggu hamil x 7 hari) dan 720 hari usia anak baduta atau 24 bulan (24 bulan x 30 hari)”.
Ternyata keterkaitan 1000 HPK dengan kualitas sumber daya manusia benar adanya, karena hal ini sudah dijelaskan oleh Dr David Barker. Dalam teorinya, Dr. Barker menyimpulkan bahwa kualitas kehamilan (janin) menentukan kualitas hidup anak dan masa depannya. Kualitas hidup ini termasuk kemampuan, kecerdasan, kesehatan, dan kekebalan tubuh.
Apa yang bisa Ibu lakukan?
Setiap orang tua menginginkan anak yang sehat, cerdas, dan memiliki masa depan yang cerah, namun bagaimana caranya? Sebenarnya sangat mudah lho Bu, cukup penuhi semua kebutuhan gizi anak saat ia masih berupa janin hingga usianya 2 tahun. Serta berikan stimulasi tepat sesuai usinya, dijamin anak tumbuh sehat, kuat dan cerdas. Kunci dari pemenuhan gizi anak adalah pangan yang bergizi dan pangan bergizi tidak selalu mahal kan Bu?
Dari bayi lahir hingga usianya 6 bulan hanya berikan air susu ibu (ASI), mudah, bergizi dan tak ternilai bukan? Kemudian setelah 6 bulan, gizi ASI tak lagi cukup penuhi kebutuhan si kecil yang semakin banyak, maka bantu penuhi kebutuhan gizinya dengan memberikan makanan padat pendamping ASI (MP-ASI). Saat pemberian MP-ASI pun tak boleh asal bayi kenyang. Atur dan pilih bahan makanan yang bergizi dan ketahui kebutuhannya. Jangan lupa pantau dengan kartu menuju sehat (KMS) untuk kenaikkan berat badan, tinggi/panjang badan dan lingkar kepala dengan cara rutin mengunjungi posyandu atau klinik. Dengan begini, Ibu bisa terus tahu pertumbuhan dan perkembangan bayi normal atau tidak. Dengan KMS juga, ibu bisa mengetahui lebih awal jika ada gangguan tumbuh kembang anak. Untuk memaksimalkannya, stimulasi motorik bisa ibu berikan, seperti misalnya mengajaknya bermain, berbicara, dan bercanda.
Jika semua tidak terpenuhi?
Masa 1000 HPK ini tidak dapat terulang dan dibenahi jika terlewat. Dr. Damayanti Rusli Sjarif dari Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik, FKUI/RSCM dalam talkshow di Jakarta November lalu mengatakan, “ada banyak hal yang terjadi pada masa 1000 HPK ini, yakni perkembangan otak, pertumbuhan dan perkembangan organ serta jaringan tubuh, dan pematangan sistem metabolisme”. Lebih lanjut menurut Dr, Damayanti, semua proses tersebut butuh zat gizi yang hanya bisa didapat dari luar yakni makanan.
Dampak jangka pendek yang paling terlihat jika masa 1000 hari pertama ini tidak dipenuhi (misal kekurangan gizi) adalah bayi lahir dengan berat badan rendah (yakni < 2,5 kg) dan pendek (< 48 cm) serta balita bertubuh pendek. Pada anak kurang gizi terlihat badannya lebih rendah daripada teman sebaya (stunting), memiliki struktur otak yang lebih renggang dan nilai IQ yang lebih rendah. Jika hal ini sudah terjadi maka pada masa kanak-kanak akan terjadi hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, penurunan fungsi kognitif, dan gangguan sistem pembakaran lemak. Sedangkan pada saat dewasa berbagai risiko penyakit bisa menghampiri seperti obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, hingga osteoporosis. Dampak kekurangan gizi ini akan mempengaruhi masa depan anak, termasuk dalam hal prestasi belajar di sekolah, serta kemampuannya dalam mencari nafkah di masa depan.
Foto dok.: Fotolia